Berbahagialah, dan Jangan Gelisah

DIKISAHKAN, pada saat Rasulullah saw melaksanakan dakwahnya, orangorang kafir terus menghalanghalanginya, dan terus menyerang serta mengolokoloknya, sehingga Beliau merasa tidak nyaman, bahkan pernah merasa resah dengannya. Dalam suasana demikian, Allah menurunkan firmanNya kepada beliau, yang tersebut di dalam QS alHijr [15]: 97 99

وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّكَ يَضِيقُ صَدْرُكَ بِمَا يَقُولُونَ﴿٩٧﴾فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ﴿٩٨﴾وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ﴿٩٩﴾

Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat), dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). Dipertanyakan, apakah secara kejiwaan Rasulullah saw benar-benar
mengalami perasaan gelisah, tidak senang (unhappy) atau sempit dada seperti yang ditunjukkan dalam ayat di atas?

Menurut mufassir (pakar tafsir) – antara lain — Ar-Razi dalam kitabnya, Mafâtih al-Ghayb, Rasulullah saw dilihat dari sisi kemanusiaan (basyariyyah)-nya, boleh jadi mengalami perasaan semacam itu.
Hanya saja, demikian ar-Razi, Rasulullah saw kemudian mendapat hidâyah (petunjuk) dan taufîq (bimbingan) secara langsung dari Allah SWT. Ar-Razi menyatakan: Allah memerintahkan kepada beliau [Rasulullah saw] untuk melakukan empat aktivitas: tasbîh, tahmîd, sujûd dan ‘ibâdah (Mafâtihul Ghayb, XIX/165)
Menunjuk pada ayat di atas, supaya terbebas dari perasaan sedih atau gelisah, Rasulullah saw diperintahkan oleh Allah SWT untuk melakukan empat hal:
[1] mensucikan Allah (tasbîh), [2] memuji kebesaran dan keagungan Allah (tahmîd), melakukan shalat (sujûd), dan beribadah kepada Allah SWT sampai datang ‘ajal (kematian).

Petunjuk ini, tidak hanya penting bagi
Rasulullah saw, tetapi lebih penting lagi bagi umat manusia, khususnya orang-orang yang beriman.
Perintah pertama, tasbîh, sesungguhnya dimaksudkan untuk menolak anggapan dan kepercayaan sesat kaum kafir yang menyangka ada tuhan-tuhan lain selain Allah (QS al-Hijr [15]: 96), sebagaimana tersebut di atas, dan
memandang Allah memiliki anak-anak perempuan (QS a
sh-Shaffât [37]: 149), 

فَاسْتَفْتِهِمْ أَلِرَبِّكَ الْبَنَاتُ وَلَهُمُ الْبَنُونَ﴿١٤٩﴾

Tanyakanlah (wahai Muhammad) kepada mereka (orangorang kafir Mekah):
Apakah untuk Tuhanmu anakanak perempuan dan untuk mereka anak lakilaki
[Orang musyrik mengatakan bahwa Allah memunyai anakanak perempuan (malaikat), padahal mereka sendiri menganggap hina anak perempuan itu]”.
Tasbîh bermakna mensucikan Allah dari sifatsifat yang tidak pantas bagiNya. Tasbîh juga bermakna mengosongkan pikiran kita dari prasangka buruk (sû’u alzhann) dan sebaliknya membangun prasangka baik, positive thinking (husn alzhann) kepada Allah. Positive Thinking ini menimbulkan harapan (optimisme) yang mengeliminasi kecemasan.

Perintah kedua adalah tahmîd, yang berarti memuji keagungan dan kebesaran Allah. Tahmîd merupakan kelanjutan logis dari tasbîh. Logikanya, kalau Allah adalah Tuhan yang Maha suci, bebas dan terlepas dari segala bentuk kekurangan (munazzahun `an alnaqâ’ish), maka milikNya segala kemuliaan dan keagungan.

Maka kita ucapkan alhamdulillâh (segala puji hanya milik Allah). Jadi, bagi kaum muslimin, tasbîh dan tahmîd itu [juga takbîr] menggambarkan Psychological Stages
(kondisi kejiwaan) yang menjamin ketenteraman batin.
Perintah ketiga sujud (min alsâjidîn). Semua pakar tafsir sepakat, maksud sujûd ini adalah ‘shalat’. Seperti dimaklumi, shalat adalah media komunikasi yang ampuh antara manusia dengan Allah, Tuhannya.

Melalui shalat, orang beriman berdialog (munâjât) dengan Allah. Dialog ini
lah yang akan mencerahkan dan mendatangkan kebahagiaan .
Lalu, perintah keempat adalah: beribadah sampai manusia menemui ajalnya. Ibadah di sini, bagi Ibn Katsir dan juga alZamahsyari, tak hanya
shalat, tetapi semua kebaikan dan kepatuhan (kull althâ`ah) kepada Allah. Bagi kaum beriman, tak boleh berlalu suatu waktu tanpa ibadah dan amal shalih.

Siapa yang melaksanakan keempat macam ibadah ini, menurut alRazi, akan mengalami ‘pencahayaan ilahi’ (adhwâ‘alam alrubûbiyyah) yang membuatnya mampu menghadapi godaan dunia.
Di matanya, dunia menjadi kecil, sehingga kedatangannya tak membuatnya
terlalu begembira, dan kepergiannya pun tak menjadikan terlalu berduka. Inilah obat keresahan jiwa yang paling manjur.

Ibda bi nafsik (mulailah dari diri anda), sekarang juga.

Yogyakarta, 25 Agustus 2021

Share:

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
On Key

Related Posts

Istiqomah di Sepuluh Hari Terbaik!

Hai Sobat Kece! Siapa yang sadar bahwa kita sudah berada di penghujung bulan Ramadan? Kamu belum sadar? Kamu merasa sedih? Perlukah ibadah kita tetap meningkat

University Residence (selanjutnya disingkat Unires)  Universitas Muhammadiyah Yogyakarta adalah sebuah tempat hunian atau asrama mahasiswa UMY yang tidak hanya digunakan sebagai tempat menginap mahasiswa, namun juga berisi program pembinaan.

Hubungi Kami

Lingkar Selatan, Kampus Terpadu UMY Jl. Brawijaya, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 55183

Fax : (0274) 434 2522