BANYAK orang yang beranggapan bahwa berlimpahnya harta kekayaan, pangkat dan jabatan, serta kenikmatan duniawi lainnnya merupakan anugerah yang terbaik, dan ‘dianggap’ sebagai sesuatu yang akan membahagiakan. Padahal, tidak sedikit orang yang tidak berbahagia karenanya, dan sebaliknya justru banyak orang yang bisa berbahagia hanya karena memperoleh kenikmatan yang serba sedikit, sehingga mereka pun menjalanh hidupnya dengan penuh kesederhanaan.
Setelah ditelaah, ternyata kata kuncinya adalah: “bersyukur.’
Orang yang bisa mensyukuri apa pun kenikmatan yang diberikan oleh Allah kepadanya, itulah ‘dia’ orang yang berbahagia.
Allah berfirman:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ﴿٧﴾
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat–Ku), maka sesungguhnya azab–Ku sangat pedih.” (QS Ibrâhîm/14: 7)
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَرْبَعٌ مِنْ سَعَادَةِ اْلمَرْءِ أَنْ تَكُوْنَ زَوْجَتُهُ صَالِحَةً وَأَوْلاَدُهُ أَبْرَارًا وَخُلَطَائُهُ صًالِحِيْنَ وَأَنْ يَكُوْنَ رِزْقُهُ فِى بَلَدِهِ
“Empat macam dari kebahagiaan manusia, yaitu istri yang salehah, anak yang berbakti, teman–temannya adalah orang–orang yang baik, dan mata pencahariannya berada dalam negaranya sendiri.” (HR Dailami dari Ali bin Abi Thalib r.a.).
1. Setiap manusia mendambakan kebahagian hidup, yaitu suatu keadaan atau perasaan senang tenteram (kepas dari segala yang menyusahkan), mujur beruntung. (Lihat W.J.S.Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1991:74). Dalam Bahasa Arab kebahagian diungkap dalam berbagai istilah, seperti al–sa’adaah, a–falaah, farhun, al–ribhun, al–hasanah; dan dalam kajian ilmu jiwa, bahwa kebahagiaan terkait dengan terpenuhinya berbagai kebutuhan hidup manusia, baik yang bersifat rohani maupun jasmani, material dan spiritual, seperti kebutuhan terhadap materi (sandang, pangan, papan), penghargaan, status sosial, pekerjaan, keamanan, kesehatan, ilmu pengetahuan, keindahan, emosional dan spiritual. (Lihat Abraham Maslow, 1987:14)
2. Islam mengajarkan agar setiap manusia berusaha mewujudkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, sebagaimana do’a yang diajarkan oleh Allah SWT sebagai berikut.
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴿٢٠١﴾
Artinya: Dan di antara manusia ada yang berdo’a: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat, dan lindungan kami dari azab neraka. (Q.S. al–Baqarah, 201).
3. Melalui hadisnya yang diriwayatkan oleh al–Dailamu dari Ali, Rasulullah SAW memberikan empat kunci guna memperoleh kebahagiaan (al–sa’aadah).
Beliau menyatakan: arba’un min sa’aadat al–mar’i: an takuuna zaujatuhu shaalihatan, wa aulaaduhu abraaran, wa khulathaa’uhu shaalihin, wa an yakuuna rizquhu bi baladihihi (R.al–Dailamy an Ali). Artinya: Empat macam kunci kebahagiaan: yaitu adanya pasangan hidup yang shalihah, anak–anak yang baik, teman pergaulan yang shalih, dan tersedianya rezki di dalam negerinya sendiri. (Lihat Ahmad al–Hasyimi Bek, Mukhtar al–Ahadits al–Nabaqiy, 1948:21).
Keempat kunci tersebut selengkapnya dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, pasangan atau al–zauj: tidak hanya istri atau suami atau siapa saja yang menjadi partner, team work (tim kerja), di kantor, dan lainnya yang shalih yang saling mempercayai, menjaga amanah, simpati dan empati, tolong menolong, take and give, memiliki kompetensi dan skill yang unggul: intelectual skill, communication skill, technological skill, emotional skill dan spiritual skill. Patner yang baik tak ubahnya seperti tukang minyak wangi yang selaku mendapatkan harumnya yang sedap; sedangkan patner yang buruk tak ubahnya seperti tukang besi yang akan mendapatkan abu dan panasnya. Dalam manajemen yang beorientasi pada pruduk yang unggul serta daya saing yang tinggi agar keluar sebagai pemenang dalam persaingan global, adanya tim kerja atau patner kerja yang baik sangat dipentingkan. Khusus yang terkait dengan kebahagiaan di rumah tangga terkait dengan terwujudnya keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah yang dapat melahirkan generasai yang salih dan salihat amat ditentukan oleh hubungan yang baik antara suami istri. Untuk itulah ajaran agama sangat menekankan adanya rumah tangga yang sakinah, dan untuk ini ajaran Islam sangat terlihat dalam membahas berbagai hal yang terkait dengan rumah tangga yang sakinah.
Kedua, adanya anak yang baik atau anak–anak yang salih: yaitu anak yang beriman dan bertakwa kepada Allah, patuh dan tunduk pada Allah, pada Rasul–Nya, pada orang tua dan kepada para pemimpin, menjalankan ibadah, cerdas,
berwawasan luas, memiliki keterampilan, pengamalan, memiliki sikap mental dan moral yang baik, memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, dan kecerdasan spiritual, kreatif, inovatif dan bertanggung jawab bagi kemajuan dirinya, keluarga, masyarakat, agama, bangsa dan negaranya. Anak yang salih inilah yang akan mendo’akan kedua orang tuanya.
Anak-anak yang baik itu harus diwujudkan melalui pendidikan yang baik. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ﴿٦﴾
Artinya: Hai orang–orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (Q.S. al–Tahrim, 66:6).
Ketiga, adanya lingkungan atau teman pergaulan yang baik. Para ahli banyak mengemukan pembentukan karakter atau kepribadian seseorang tidak hanya ditentukan oleh bakat yang dibawanya dari sejak lahir atau warisan dari
kedua orang tuanya, sebagaimana dijumpai pada teori Nativisme dari Arthur Schopen Houre), melainkan juga dari pengaruh lingkungannya, yakni lingkungan orang tuanya, dan lingkungan temanya. Dalam kaitan ini, setiap orang tua perlu mengawasi teman pergaulan anak–anaknya yang memilihkan teman pergaulannya anak yang salih, yang beriman dan bertakwa, rajin belajar dan dari keturunan yang baik.
Keempat, adanya bahan makanan, rezeki atau sumber alam yang dibutuhkan guna menopang kelangsungan hidupnya adalah tersedia di Indonesia. Kita bersyukur dianugerahi sumber alam yang kaya raya. Indonesia termasuk negara yang memiliki pantai yang terpanjang di dunia nomor 2 setelah Kanada, sumber kekayaan laut yang belum terekslorasi, penghasil karet terbesar di dunia, memiliki potensi batu bara, kelapa sawit dan berbagai kekayaan alam lainnya. Semua ini membutuhkan pengelolaan yang arif dan bijaksana yang didukung oleh berbagai keterampilam.
Yogyakarta, 1 September 2021