Mencapai Surga dan Kebahagian di Bulan Muharram

Jika mendengar bulan Muharram, maka di telinga orang Indonesia lebih akrab dengan istilah bulan Suro. Bulan Suro merupakan istilah yang dikenal di kalangan masyarakat Jawa dan bahkan istilah tersebut juga melekat pada mayoritas masyarakat Indonesia sebagai pengganti untuk sebutan bulan Muharram. Yang menjadi permasalahan adalah bulan Suro yang dikenal sebagai bulan penuh kesialan di mata kebanyakan masyarakat indonesia.

Mengapa? Ada faktor yang membuat bulan Muharram atau bulan Suro ini dikenal sebagai bulan sial dalam pandangan kebanyakan masyarakat indonesia, yaitu kepercayaan yang turun menurun akibat komunikasi kultural yang salah dan dilakukan terus menerus.

Kita sebagai masyarakat Islam yang maju dan modern, harus segera tanggap tentang hal ini. Adakah istilah pembawa sial dalam ajaran Islam? Jawabannya adalah tidak ada. Disini kita tidak akan menyalahkan adat istiadat dan kebiasaan tersebut, namun mari kita coba meluruskannya. Karena memang terkadang dalam pembentukan kepribadian di masyarakat, konteks agama dan budaya banyak yang tidak sejalan. Oleh karena itu, kita tidak mengeleminasi salah satu namun kita mencoba membuat keduanya sejalan yaitu dengan mengubah pola pikir masyarakat mengenai kebiasaan yang salah.

Sejarah

Muharram (محرّم) atau yang di Indonesia banyak di sebut sebagai bulan suro adalah bulan pertama tahun penanggalan Islam, Hijriyah. Ditetapkan pertama kali oleh Khalifah Umar ibnu al-Khattab atas saran dari menantu Rasulullah SAW, yakni Imam Ali bin Abi Thalib karamalLahu wajhahu.

Pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar, beliau mengutarakan gagasannya mengenai perlunya menetapkan kalender Islam yang akan dipakai sebagai penenggalan dalam urusan administrasi masa kekhalifahannya. Salah satu riwayat menyebutkan yaitu ketika khalifah mendapat surat balasan yang mengkritik bahwa suratnya terdahulu dikirim tanpa angka tahun. Beliau lalu bermusyawarah dengan para shahabat dan singkat kata, mereka pun berijma’ untuk menjadikan momentum tahun di mana terjadi peristiwa hijrah Nabi saw. sebagai awal mula perhitungan tahun dalam Islam.

Sedangkan sistem kalender qamariyah berdasarkan peredaran bulan konon sudah dikenal oleh bangsa Arab sejak lama. Demikian juga nama-nama bulannya serta jumlahnya yang 12 bulan dalam setahun. Bahkan mereka sudah menggunakan bulan Muharram sebagai bulan pertama dan Dzulhijjah sebagai bulan ke-12 sebelum masa kenabian.

Yang dijadikan titik acuan adalah tahun dimana terjadi peristiwa hijrah Nabi saw.. Bukan bulan dimana peristiwa hijrahnya terjadi. Sebab menurut salah satu riwayat, beliau dan Abu Bakar  r.a. hijrah ke Madinah pada bulan Sya’ban, atau bulan Rabiul Awwal menurut pendapat yang lain, tapi yang pasti bukan di bulan Muharram. Namun bulan pertama dalam kalender Islam tetap bulan Muharram.

 

Muharram bulan kesialan ?

Bukan menjadi rahasia umum bahwa di kalangan masyarakat Indonesia, bulan Muharram atau yang biasa disebut bulan Suro terkenal sebagai bulan penuh pantangan dan bulan yang penuh kesialan. Di dalam diri kita pun mungkin sedikit banyak pernah tertanam pola pikir seperti ini.

Tak jarang juga kita akan melihat berbagai ritual yang katanya untuk menghindari kesialan, bencana, dan musibah. Karena anggapan kesialan bulan Suro ini pula, kita juga dapat melihat di sekitar kita, para orang tua pun sering mengingatkan anaknya agar berhati-hati di bulan Muharram dan bahkan melarang anaknya berpergian karena khawatir. Padahal, yang namanya musibah atau yang semacamnya bisa diberikan Allah Swt. kapan saja. Tidak harus di bulan Muharram, karena dalam islam memang tidak ada istilah bulan musibah atau kesialan.

Dalam masyarakat sendiri beredar anggapan bahwa bulan Muharram adalah bulan yang tidak dianjurkan untuk melaksanakan acara yang bersifat sakral, seperti pernikahan, sunatan dan lain sebagainya. Anggapannya, yang melanggar mitos inipun akan tertimpa sial. Bahkan ada yang mengartikan, bagi orang yang menikah di bulan suro, salah satu akan mati. Ini adalah mitos yang bertolak belakang dan tidak sejalan dengan dasar agama Islam. Itulah berbagai anggapan masyarakat mengenai bulan Suro dan kesialan di dalamnya. padahal Allah sudah ciptakan bulan-bulan yang sangat mulia.

Sikap-sikap tersebut sudah termasuk perbuatan mencela waktu dan beranggapan sial dengan waktu tertentu. Karena ingatlah bahwa mengatakan satu waktu atau bulan tertentu adalah bulan penuh musibah dan penuh kesialan, itu sama saja dengan mencela waktu.

secara islam, bulan Muharram adalah bulan yang sangat mulia. Ada dua alasan, yang pertama, karena disandarkannya nama bulan ini kepada Allah (syahrullah). Kedua, karena bulan ini termasuk salah satu dari keempat bulan yang termasuk dalam Asyhurul Hurum (bulan-bulan mulia). Keempat bulan mulia ini ada yang berurutan (sard), yaitu: Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah dan Muharram sedang yang satu sendirian ( fard) yaitu: Rajab.

Muharram bulan kedamaian

Muharam yang artinya diharamkan atau yang sangat dihormati, merupakan bulan gencatan senjata atau bulan perdamaian. Ini artinya, umat Islam di manapun harus selalu menebar kedamaian.
Esensi dari menjalani bulan Muharam adalah pengendalian diri demi terciptanya kedamaian dan ketenteraman hidup, baik secara fisik, sosial, maupun spiritual. Oleh karena itu, di bulan Muharam Nabi Muhammad SAW menganjurkan umatnya untuk berpuasa sunah Asyura, yaitu puasa pada hari kesepuluh di bulan ini. Sebagaimana sebuah hadits:

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., beliau bersabda :

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ وَ أفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيْضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

”Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah yang kamu namakan Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah qiyamulail.”

Sudah jelas bahwa Muharram bukanlah bulan yang hanya mendatangkan kesialan, namun justru Muharram adalah bulan yang mampu mengantarkan kita ke kedamaian, kebahagiaan, dan tentunya mengantar kita ke surga. Tentunya dengan menjalankan apa yang telah diperintahkan oleh agama, bukan menjalankan hal yang tak sejalan dengan agama.

Sudah saatnya kita menolak buta terhadap dua hal yang tak sejalan ini, yaitu kontekstual agama dan budaya. Jangan biarkan terus tertanam sampai generasi mendatang. Karena islam bukan agama yang ketinggalan jaman, namun islam adalah agama yang mampu mengikuti perkembangan jaman. Saatnya kita berpikir maju. Karena umat islam yang sesungguhnya adalah umat yang memiliki religiusitas, intelektualitas, dan humanitas.

Antara religiusitas, intelektualitas, dan humanitas, ketiganya harus saling menyokong dan seimbang agar terciptanya islam yang mampu mengikuti perkembangan jaman dan masyarakat mampu membedakan mana kebiasaan yang berseberangan dengan ketentuan islam.

Dalam konteks kepercayaan yang salah terhadap bulan Muharram ini sendiri, seorang muslim selain harus mempunyai religiusitas, juga harus mempunyai intelektualitas agar dapat melihatn kebiasaan yang memang tak sejalan dan harus ditinggalkan. Di samping itu, kita juga harus mempunyai jiwa humanitas, di mana kita berkewajiban untuk peduli terhadap hal-hal yang tidak sejalan seperti kepercayaan masyarakat yang salah terhadap pemahaman bulan Muharram ini sendiri.

Jadi, waktu dan bulan tidaklah mendatangkan kesialan dan musibah sama sekali. Namun yang harus kita ketahui bahwa setiap musibah atau kesialan yang menimpa kita sudah menjadi ketetapan Allah dan itu juga karena dosa yang kita perbuat. Maka kewajiban kita hanyalah bertawakkal ketika melakukan suatu perkara dan perbanyaklah taubat serta istighfar pada Allah ’Azza wa Jalla. Semoga di bulan Muharram ini kita dapat memperdalam amal ibadah kita demi terwujudnya bulan Muharram yang penuh kedamaian, penuh kebahagiaan, dan bulan dimana menjadi kesempatan kita semakin banyak beramal untuk meraih surga-Nya kelak.

 

DAFTAR PUSTAKA

Homepi. 2012. Kemuliaan Muharram. http://www.percikaniman.org/category/artikel-islam/kemuliaan-muharram-tahun-baru-islam. Diakses: 7 Oktober 2016.

Abduh Tuasikal. 2009. Bulan Suro Penuh Kesialan. https://buletin.muslim.or.id/aqidah/bulan-suro-bulan-penuh-musibah-dan-kesialan. Diakses: 7 Oktober 2016.

Joel. 2012. Hikmah dan Makna Muharram https://www.idjoel.com/hikmah-makna-dan-keutamaan-tahun-baru-islam-hijriyah-1-muharram/ . Diakses: 7 Oktober 2016

 

[author] [author_image timthumb=’on’]https://scontent-sit4-1.xx.fbcdn.net/v/t1.0-9/14432996_1029898013789828_2561108038469181287_n.jpg?oh=e7f53d7c18a39be5534ebc155d4c16fd&oe=588A039F[/author_image] [author_info]Biodata Penulis # Nama : Muhammad Iqbal Khatami * Usrah : Utsman Bin Affan * Fakultas/Jurusan : Fisipol / Ilmu Komunikasi * Alamat Blog: http://iqbalous21.blogspot.co.id/ # Artikel ini merupakan juara pertama pada kompetisi internal di Unires Putra UMY[/author_info] [/author]

Share:

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
On Key

Related Posts

Dialog Islam Tentang Zaman

Islam mempunyai predikat agama yang paling benar disisi Allah S.W.T sesuai dengan firman-Nya dalam surat Ali Imran ayat 19. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya para

Tabayyun di Era Digital

Instagram berada di urutan ketiga sebagai platform media sosial yang paling sering digunakan setelah YouTube dan WhatsApp. Sekitar 8 jam lebih, seorang pengguna berselancar di

Menggiring Sampan Membelah Lautan Opini

Sebelum kita membahas mengenai judul esai diatas, mari kita bahas secara singkat mengenai arti sosial media dan sosial dilema. Sosial media sendiri memiliki arti sebuah

University Residence (selanjutnya disingkat Unires)  Universitas Muhammadiyah Yogyakarta adalah sebuah tempat hunian atau asrama mahasiswa UMY yang tidak hanya digunakan sebagai tempat menginap mahasiswa, namun juga berisi program pembinaan.

Hubungi Kami

Lingkar Selatan, Kampus Terpadu UMY Jl. Brawijaya, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 55183

Fax : (0274) 434 2522